Takjil Ramadan Kekinian Ala Mancing Pinggiran Indonesia
Takjil Ramadan kekinian bisa diartikan dalam beberapa persepsi. Kebanyakan pasti membayangkan model atau bentuk takjil yang menunggu disantap ketika azan maghrib terdengar. Kali ini saya ingin menuliskan bagaimana yang dilakukan oleh sebuah komunitas memancing di Kota Tanjungpinang.
Komunitas ini bernama Mancing Pinggiran Indonesia (MPI), yang diketuai oleh Kelvin Goh. Mungkin Anda merasa nama ini bukan milik seorang muslim? Jawabannya benar. Namun baginya, Ramadan adalah momen untuk berbagi.
Karenanya, ia menggagas takjil kekinian Ramadan berupa membagikannya di tepi jalan utama kepada siapa saja warga yang melintas. Mau itu pejalan kaki, pengendara motor roda dua, motor roda tiga atau kendaraan roda empat dan lebih asalkan mau dibagi akan menerima takjil.
Kepada saya, Kelvin mengaku bakti sosial berupa berbagi takjil Ramadan kekinian ini merupakan idenya. Lantas ia membagikannya kepada pengurus dan anggota MPI. Ternyata semuanya memberikan dukungan dan bersedia mengeluarkan iuran untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan.
Padahal, dari yang saya lihat di kawasan Lapangan Pamedan, Jalan Ahmad Yani, Tanjungpinang pada 17 April lalu, selain Kelvin ada juga pengurua dan anggota bermarga Tionghoa. Namun mereka terlihat gembira bisa berkumpul bersama pengurus dan anggota MPI lainnya yang beragama Islam untuk membagikan takjil Ramadan kekinian.
Saya menemukan makna baru dengan apa yang disebut takjil Ramadan kekinian ala MPI ini. Kelbin cukup lama ngobrol dengan saya, mengaku bahagia bisa membagikan 1.300 takjil yang berisi minuman serta kue dalam satu kantong.
"Sebenarnya targetnya hanya 1.000 bungkus. Namun ternyata teman-teman sungguh luar biasa, mendukung dan ikhlas mengeluarkan iuran untuk kegiatan ini," tutur seorang karyawan sebuah perusahaan swasta di Tanjungpinang ini.
Kelvin menambahkan, semua proses produksi takjil dikerjakan sendiri oleh pengurus dan anggota MPI. Semuanya dimasak mulai pukul 01.00 WIB berakhir 07.00 WIB. Kebetulan anggota MPI ada yang hobi memasak dan dipanggil Chef, sehingga memudahkan proses memasaknya.
"Takjil Ramadan kekinian, ya begitulah kegiatan ini menurut saya. Karena intinya berbuat baik kan tidak harus melihat seseorang beragama apa, sukunya apa, bahasanya apa dan perbedaan lainnya," tutur Kelvin.
Seperti saat pembagiannya, ketika lampu lalulintas menyala merah, belasan orang dari MPI serta merta berjalan ke arah pengendara yang berhenti menunggu lampu hijau menyala. Satu persatu pengendara diberikan satu kantong takjil.
Selain itu, ada juga beberapa warga yang mengetahui ada pembagian takjil lalu datang ke lokasi sambil membawa anak atau cucunya.
Tak sedikit warga penerima takjil yang serius memandangi wajah Kelvin Goh dan teman-temannya sesama marga Tionghoa yang membawa kantong plastik berisi takjil dan membagikannya. Beberapa orang bahkan meminta untuk berfoto bersama.
Mungkin bagi orang lain apa yang dilakukan Kelvin dan teman-temannya bukan sesuatu yang harus dicatat. Lebih banyak yang bisa melakukannya lebih. Namun bagi saya apa yang ditunjukkan MPI merupakan pelajaran yang seharusnya diartikan sangat mendalam.
Jiwa persatuan yang digembar-gemborkan oleh sekelompok orang nyatanya hanya dirasakan oleh mereka yang dianggap satu pemikiran. Harus sama dengan apa yang dilakukan dan dimiliki sebuah kelompok. Jangan ada perbedaan.
Sementara MPI dengan membagikan takjil rasanya sulit jika dihubungkan dengan kepentingan tertentu. Paling banter hanya bertujuan agar komunitas memancing ini dikenal masyarakat. Lantas, setelah itu apa urgensinya?
Pengurus dan anggota MPI yang berasal dari berbagai profesi dan kalangan adalah manusia yang terbetuk karena persamaan hobi. Memancing. Makanya, ketika mereka bertemu di kedai kopi atau sekretariat, yang dibahas hanya soal memancing.
Jauh kan, dari memancing ke membagi takjil, Ya, takjil Ramadan kekinian itu bisa dibagikan oleh warga yang berada di luar Islam. Bisa dikerjakan oleh mereka yang berada di luar suku tertentu. MPI telah memberikan contoh nyata.
Kalau mau dibuat masalah pasti selalu ada celahnya. Misalnya, ah kalau cuma 1.300 kantong selama setahun juga banyak yang bisa. Atau, kalau 1.300 itu sembako lengkap baru hebat. Atau yang lain lain lainnya. Bagi mereka yang doyan nyinyir, sebuah kebaiukan bisa jadi berubah di mata mereka.
Kalau saya mah sederhana, berbuat baik nggak nunggu kaya, banyak, lebih atau melimpah. Seadanya, kalau nggak mamu membagi takjil ya membagi senyum, doa. Kan banyak orang yang bisa didoakan. Begitulah catatan saya kali ini
0 Response to "Takjil Ramadan Kekinian Ala Mancing Pinggiran Indonesia"
Post a Comment