Cara Menyimpan Uang Ala Bapak Karyawan Toko
Cara menyimpan uang bagi kebanyakan orang adalah dengan menaruhnya di rekening bank. Apalagi bank banyak sekali nama dan jenisnya, tinggal pilih.
Untuk membuka rekening juga sangat mudah. Saldo atau setoran awalnya juga menurut saya cukup terjangkau bagi sebagian besar warga. Namun cara menyimpan uang di bank ternyata tidak masuk untuk Bapak yang satu ini.
Meski saya mengenal dirinya bertahun-tahun lalu, sejak saya masih membuka usaha di Batu 5, Jalan Sidorejo, Tanjungpinang. Saat ini saya sudah pindah ke kawasan Bintan Centre, Batu 9.
Ia seperti teman yang muncul dan datang tiba-tiba. Pada suatu ketika ia akan muncul beberapa kali seminggu. Di lain waktu ia muncul sebulan atau bahkan lebih.
Pertemuan terakhir hingga artikel ini saya tulis bahkan mungkin setahun lalu. Setahun tak jumpa Bapak yang bekerja sebagai karyawan sebuah toko bangunan di belakang Polres, Batu 5, Tanjungpinang.
Ia selalu ramah. Baru memarkir sepeda motorny di depan ruko, begitu melihat saya sudah langsung menyapa.
Singkat saja, seperti biasanya. "Bang!" katanya setengah berteriak.
Lalu Bapak satu ini akan mengeluarkan senyuman tulusnya. Senyum yang tak perlu dibuat-buat. Apa adanya.
Lalu ia duduk di samping saya, saat saya masih menulis. Ia memperhatikan apa yang tampak di layar laptop. Huruf demi huruf bergerak di lembar kerja komputer.
Sejenak kemudian, kira-kita dua menit ia mengeluarkan secarik kertas. Kecil. Kertas bekas bungkus rokok. Ukurannya 6 x 1 cemtimeter.
Sebuah kata ia tuliskan di atas kertas itu. Namun mohon maaf saya tidak berani menuliskannya di sini. Siapa tahu itu hasil kreativitas Si Bapak yang membutuhkan waktu lama untuk mendapatkannya.
Yang jelas ia minta dibuatkan stiker. Sama anak-anak ia kemudian dibuatkan sesuai ukuran yang sudah dibuatnya. Hari itu saya memang lagi turun ke lantai dasar, ngobrol sama anak-anak yang membuka usaha stiker.
Biasanya saya tenggelam dalam suara ketikan kibor laptop dari lantai dua.
Lalu kami berbincang sambil menunggu pesanannya selesai.
Ketika hendak membayar, saya tertarik dengan "bank" yang dipakainya untuk menimpan uang.
Dengan santai Bapak tadi mengeluarkan plastik yang sudah dilipat-lipat dari dalam tas cangklongnya. Ia sama sekali tak merasa aneh dengan caranya menyimpan uang.
Saya yang setengah mati tertarik kemudian mengajaknya kembali duduk. Toh ia mengaku sudah balik kerja, jadi tidak ditunggu bosnya di toko.
Saya minta ia menunjukkan isi kantong plastiknya yang sudah lusuh. Maksudnya itu bukan plastik baru, karena permukaannya sudah lecek.
Di dalam plastik itu juga ngumpul surat-surat kendaraan. Belum lagi dokumen kependudukan seperti KTP. Tidak ada ATM di dalam plastik yang selalu dijaga dan dimasukkan tas itu.
Saya penasaran, bertanya mengapa tidak menaruh uangnya di bank saja. Menurut saya, cara menyimpan uang yang paling aman ya di bank.
Ia hanya menggeleng sambil tertawa lepas. Saya selalu suka gaya tertawa orang-orang seperti Bapak ini. Giginya tampak, masih berbaris rapi.
Ia mengaku dengan plastik semuanya aman. Bahkan ketika terpaka kehujanan, hanya tasnya saja yang basah. Sementara isi plastiknya aman. Terutama uangnya.
Apakah semua uangnya ditaruh dalam plastik itu, ia menggeleng. Biasanya, usai gajian ia memberikan uang kepada istrinya. Sementara ia sendiri hanya mengambil sesuai kebutuhannya sekian waktu.
Saya tahu, ia pasti butuh bensin untuk sepeda motornya. Atau sekadar uang rokok.
Ada satu lagi benda aneh yang menurut saya tidak seharusnya juga ada di dalam plastik. Dari bentuknya saya tahu itu silet.
Saya khawatir jangan-jangan itu senjata untuk membela diri ketika plastiknya coba diambil tanpa izin.
"Nggaklah, Bang. Ini untuk potong-potong kuku," ujarnya.
Bayangkan, di zaman secanggih ini semuanya sudah disediakan. Bahkan gunting kuku pun banyak ragamnya. Seperti halnya bank, sebagai cara menyimpan uang termudah.
Namun teman saya yang satu ini seakan tak goyah dengan pola pikirnya. Ia bahagia. Setidaknya begitulah menurut saya. ***
0 Response to "Cara Menyimpan Uang Ala Bapak Karyawan Toko"
Post a Comment