Jualan Cilok, Juriman Kantongi Laba Bersih Rp400 Ribu Sehari
Juriman adalah penjual cilok. Ia tinggal di Batu 18, Kijang, Bintan Timur, Kabupaten Bintan.
Setiap hari ia membuat cilok lalu menjualnya ke para pelajar berbagai sekolah. Namun ia juga akan datang ke berbagai tontonan rakyat. Bahkan ia akan datang sampai ke Kota Tanjungpinang untuk mengais rezeki.
Saya menjumpainya beberapa malam lalu. Di Lapangan Pamedan, Jalan Ahmad Yani, Kota Tanjungpinang. Bagi Anda yang belum tahu di mana Tanjungpinang, silakan baca artikel saya tentang Tanjungpinang bukan Pangkalpinang.
Belum terlalu malam, kira-kira pukul 20.00 WIB. Saya duduk di atas penutup kotak air di samping kolam air mancur. Puluhan penjual keliling yang hadir malam itu.
Foto - nurali mahmudi |
Mereka berjejer di tepi lapangan. Sementara di tengah lapangan beragam atraksi dipertontonkan oleh sejumlah paguyuban seni budaya Jawa Timur. Ada enam paguyuban yang menampilkan atraksi budayanya masing-masing.
Jajanan apa saja ada. Namun saya tertarik dengan Juriman yang jualan cilok. Dagangannya yang berbentuk bulat bulat terlihat jelas dari luar kaca kotak jualannya.
Lelaki berdarah Jawa - Palembang ini menggunakan kotak yang ditaruh di bagian belakang sepeda motornya. Ia memarkir sepeda motornya, sementara Juriman duduk di tembok pembatas lapangan.
Satu satu pembelinya datang. Bayangkan, jualan Juriman hanyalah cilok. Saya baru tahu baru saja ketika iseng-iseng membaca referensi tentang cilok. Cilok adalah aci dicolok. Maksudnya dicolok ditusuk pakai tusukan bambu layaknya sate.
Saya sempat beberapa kali maju mundur. Apakah saya datang pada waktu yang tepat untuk bertanya seputar jualannya itu. Saya memilih menunggu sampai pembelinya tak seramai sebelumnya.
Saya pakai trik, membeli cilok Juriman. Saya beli Rp10 ribu, dapat 10 butir cilok yang masih panas, Ngebuk asapnya. Untung asapnya bau cilok, tidak menyebabkan batuk.
Saya minta kuahnya yang pedas. Maksud saya biar makannya lebih lama. Kalau tidak pedas saya kunyah per butir hanya sepuluh kali masuk mulut. Tetapi Juriman pasti nggak tahu maksud saya.
Benar, pedasnya luar biasa. Ngueh ngueh sampai bibir saya. Dan saya pun duduk di dekat Juriman, sambil menikmati ciloknya.
Foto - nurali mahmudi |
Dan cerita Juriman pun mengalir dari bibirnya. Ia mengaku tahu ada gebyar seni malam itu di Lapangan Pamedan dari temannya sesama pedagang keliling.
Ia bercerita, pernah sehari mengantongi Rp600 ribu. Itu omzet. Dari jumlah itu, modalnya Rp200 ribu. Untungnya Rp400 ribu. Namun itu adalah omzet tertingginya selama hampir setahun jualan cilok.
"Kalau rata-rata ya nggak sampai segitu," ujarnya. Juriman tak ingin menyebutkan angka pastinya. Namun ia mengatakan ratusan ribu.
Saya tanya apakah malam itu hanya dirinya yang jualan cilok, ia menggeleng. Ternyata ada 3 pedagang cilok malam itu, termasuk dirinya.
Juriman lantas meneruskan ceritanya. Saya rasa ia sudah mulai dekat dengan saya. Saya juga sudah mengaku jika saya blogger. Lalu saya jelaskan blogger itu tak ubahnya wartawan.
"Satu di ujung sana, satunya di ujung sana," ujar Juriman sambil menunjukkan dua tempat berbeda.
Mendengar penjelasannya, saya tahu jika lokasi Juriman di tengah-tengah dua temannya.
Itu, kata lelaki yang malam itu mengenakan kaos berkerah lengan pendek warna putih, ada aturan tak tertulis antarpedagang cilok. Jika dalam sebuah lokasi hiburan sudah ada pedagang yang datang duluan, yang belakangan datang harus mencari tempat agak jauh.
Foto - instagram @ummu.a.ubaidillah.9 |
Menyenangkan berbincang dengan pedagang keliling seperti Juriman. Seperti ketika saya berbincang dengan Pakdhe Jarwo yang jualan es puter keliling.
Ia bercerita apa adanya. Ia tak perlu melakukan trik yang akhirnya hanya akan membuatnya blunder. Ia juga tak perlu menjanjikan apa-apa kalau tulisan tentangnya terbit lalu ciloknya laku.
Laku sedikit ia terima, untung banyak ia syukuri. Juriman juga menyadari, cilok jualannya adalah makanan yang dianggap makanan kelas bawah. Namun ia juga nggak perlu mencibir ketika ada orang kaya yang membeli dagangannya.
Malam itu, sudah mendekati jam sepuluh. Saya lirik cilok Juriman masih ada beberapa butir. Namun ia tampak bahagia. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk mengikuti suara gendang yang ditabuh keras. Para penari asyik dengan gerakannya, menyemarakkan Gebyar Seni Budaya Jawa Timur.
Tak sedikitpun terlihat was-was di wajah lelaki yang saya cap ramah itu. Ia nggak perlu ngoyo (bekerja terlalu keras) hanya untuk memecahkan rekor untung bersih Rp400 ribu sehari.
Bahkan jika itu adalah rekornya selama berjualan cilok, ia nggak akan protes sama Tuhan.
Selamat malam Bang Juriman... ***
0 Response to "Jualan Cilok, Juriman Kantongi Laba Bersih Rp400 Ribu Sehari"
Post a Comment